Anggota DPR RI Sikapi Beras Oplos

JAKARTA, SAORAKYAT–Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai NasDem Cindy Monica, menanggapi serius temuan 212 merek beras yang diduga dioplos.

Kasus ini harus menjadi momentum bersih-bersih dari mafia pangan, urusan perut rakyat jangan dibuat bancakan.

“Kita harus bersihkan mafia pangan dari hulu ke hilir. Tidak boleh ada kompromi untuk pelaku yang sengaja merugikan negara, dan menipu rakyat dengan produk beras yang tidak layak konsumsi,” tegas Cindy mengutip keterangannya di Jakarta, Senin (14/7/2025).

Srikandi Nasdem ini menegaskan, persoalan pangan adalah persoalan hidup rakyat. Sehingga kalau beras saja dipermainkan, maka nyawa dan kesejahteraan rakyat pun dipertaruhkan.

Baca Juga:

Mentan Laporkan Dugaan Beras Oplosan ke Kapolri

Cindy mendukung penuh langkah Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satgas Pangan yang telah menyerahkan temuan ini ke Kapolri dan Jaksa Agung.

Menurutnya, langkah hukum harus segera dilakukan agar kepercayaan publik terhadap sistem distribusi pangan tidak runtuh.

“Ini saatnya negara hadir dengan tegas dan berpihak kepada petani serta konsumen. Jangan sampai yang kecil makin ditekan, sementara yang bermain di balik layar justru kebal hukum,” tandasnya.

Empat Produsen Diperiksa
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri telah memeriksa empat produsen atas dugaan pelanggaran mutu dan takaran dalam distribusi beras. Pemeriksaan ini dilakukan setelah Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman membongkar praktik kecurangan tersebut.

“Betul, masih dalam proses pemeriksaan,” kata Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf, kepada wartawan di Jakarta, Kamis (10/7/2025).

Brigjen Helfi menyebut empat produsen yang diperiksa adalah WG, FSTJ, BPR, dan SUL/JG, tanpa merinci materi pemeriksaan. Berdasarkan informasi yang dihimpun, WG mengacu pada Wilmar Group, FSTJ adalah Food Station Tjipinang Jaya, BPR adalah Belitang Panen Raya, dan SUL/JG merupakan Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).

Adapun produk Wilmar Group yang diperiksa meliputi Sania, Sovia, dan Fortune. Sampel beras dikumpulkan dari berbagai wilayah, seperti Aceh, Lampung, Sulawesi Selatan, Yogyakarta, dan Jabodetabek.

Sementara itu, PT Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ) diperiksa atas produk beras merek Alfamidi Setra Pulen, Beras Premium Setra Ramos, Beras Pulen Wangi, Food Station, Ramos Premium, Setra Pulen, dan Setra Ramos, yang sampelnya diambil dari Aceh, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Jawa Barat.

PT Belitang Panen Raya (BPR) diperiksa terkait produk Raja Platinum dan Raja Ultima, dengan sampel diambil dari Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Aceh, dan Jabodetabek.

Kemudian, PT Sentosa Utama Lestari (SUL)/Japfa Group diperiksa terkait produk Ayana setelah pengambilan tiga sampel dari Yogyakarta dan Jabodetabek.

Kasus beras oplosan ini bermula dari temuan Mentan Amran yang melaporkan 212 produsen beras yang diduga melakukan praktik pengoplosan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung.

Laporan ini merupakan hasil investigasi terhadap 268 merek beras bersama sejumlah pemangku kepentingan.

“Temuan ini telah dilaporkan secara resmi ke Kapolri dan Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti,” ujar Amran di Jakarta, Jumat (27/6/2025).

Dari hasil pemeriksaan 13 laboratorium di 10 provinsi, ditemukan bahwa 85,56 persen beras premium tidak sesuai mutu, 59,78 persen dijual di atas harga eceran tertinggi (HET), dan 21 persen tidak sesuai berat kemasan. “Ini sangat merugikan masyarakat,” tegas Amran.

Ia menambahkan, anomali harga beras saat ini terjadi justru ketika produksi nasional meningkat. Berdasarkan data FAO, produksi beras Indonesia diperkirakan mencapai 35,6 juta ton pada 2025/2026, melampaui target nasional sebesar 32 juta ton.

Amran memperkirakan potensi kerugian konsumen akibat praktik curang ini mencapai Rp99 triliun.

“Kalau dulu harga naik karena stok sedikit, sekarang tidak ada alasan. Produksi tinggi, stok melimpah, tapi harga tetap tinggi. Ini indikasi adanya penyimpangan,” tandasnya.(*)