Kejati Sulsel Selidiki Dugaan Korupsi ART DPRD se-Sulsel

SULSEL, SAORAKYAT–Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel)
Bidang Pidana Khusus tengah menyelidiki dugaan korupsi dalam pengelolaan Anggaran Rumah Tangga (ART) pimpinan DPRD pada sejumlah Sekretariat DPRD kabupaten/kota se-Sulsel.

Salah satu daerah tengah dalam radar penyelidikan adalah Sekretariat DPRD Tana Toraja.

“Kasusnya masih tahap penyelidikan, termasuk di DPRD Tana Toraja yang dimaksud,” ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi, mengutip Liputan6.com , Jumat (11/7/2025).

Menurutnya Soetarmi, karena masih dalam tahap penyelidikan, Kejati belum dapat mempublis secara rinci materi perkara yang tengah ditelaah.

“Inii masih penyelidikan, jadi kita belum bisa umbar terlalu jauh. Nanti ada waktunya kita sampaikan secara terbuka setiap perkembangan yang ada,” ujarnya.

Diketahui, dugaan korupsi dalam pengelolaan ART pimpinan DPRD Tana Toraja dilaporkan oleh sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti Mafia Hukum.

Mereka melayangkan laporan resmi ke Kejati Sulsel usai menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Kejati pada Senin, 19 Agustus 2024.

Dalam orasinya, Koordinator Aksi, Issank, mengungkapkan adanya kejanggalan dalam penggunaan anggaran rutin rumah jabatan DPRD Tana Toraja yang tetap dikucurkan sejak tahun 2017 hingga 2024 meski rumah jabatan tersebut tidak pernah ditempati.

“Anggaran pemeliharaan rumah dan kendaraan dinas mereka mencapai sekitar Rp100 juta per tahun. Ditambah konsumsi Rp25 juta per bulan, serta biaya listrik dan air sebesar Rp10 juta per bulan. Ini sangat janggal karena rumah tersebut tidak dihuni,” tegas Issank saat itu.

Tidak hanya itu, ia juga membeberkan bahwa pimpinan teras DPRD lainnya menerima alokasi anggaran yang jauh lebih besar. Untuk pemeliharaan rumah dan kendaraan mencapai Rp152 juta per tahun, dan untuk konsumsi mencapai Rp40 juta per bulan.

Menurutnya, pemborosan tersebut tidak mencerminkan prinsip efisiensi dan akuntabilitas seperti yang diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD.

“Ini bukan hanya soal kelalaian administratif. Ini bisa masuk kategori korupsi karena negara sudah dirugikan untuk membiayai fasilitas yang tidak digunakan sama sekali,” sebut Issank.

Mereka juga secara tegas menolak jika penyelesaian kasus hanya sebatas pengembalian kerugian negara.

Menurutnya, pengembalian uang negara tidak menghapus unsur pidana dan tidak boleh menjadi jalan pintas untuk lepas dari proses hukum.

“Kalau korupsi hanya bisa selesai dengan pengembalian dana, maka hukum kehilangan wibawanya. Pelanggaran tetap harus diproses secara hukum, meski uangnya dikembalikan,” lanjut Issank.

Laporan resmi yang mereka ajukan ke Kejati Sulsel diterima langsung oleh pihak Seksi Penerangan Hukum. Dalam laporan tersebut, mahasiswa menyertakan data-data anggaran dari dokumen APBD Tana Toraja yang dapat diakses secara publik. Mereka mengklaim tuduhan tersebut bukan berdasarkan asumsi, melainkan didukung fakta dan data resmi.

“Kami menyusun laporan ini berdasarkan fakta dan dokumen resmi. Kami juga mendasarkan tuntutan ini pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN,” tegas Issank.

Aliansi mahasiswa berharap agar laporan tersebut tidak diabaikan dan segera ditindaklanjuti secara serius oleh Kejati Sulsel. Mereka menegaskan bahwa penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang jabatan atau kedudukan.

“Kami tidak ingin laporan ini hanya menumpuk di meja. Ini soal tanggung jawab terhadap uang rakyat. Penegakan hukum harus menyentuh seluruh pihak tanpa pandang jabatan,” pungkas Issank dalam orasinya.(*)