LUWU, SAORAKYAT –Belum usai soal dugaan pelecehan terhadap pasien wanita 17 tahun, oknum dokter spesialis beda mulut inisial JHS akan dilaporkan dugaan medis malpraktik.
Seorang pasien bedah mulut mengakui mendapat penanganan medis tidak profesional oleh oknum dokter JHS. Korbannya tersebut adalah seorang pegawai honorer di Pemkab Luwu.
Pasien bernama AD (35) mengalami gangguan pada pita suaranya. Dia tidak dapat lagi berbicara dengan suara normal beberapa menit pasca menjalani operasi.
“Saya sudah membuat pengaduan resmi ke RS, tapi hanya diberi uang apresiasi Rp 3 juta, katanya uang itu sebagai ungkapan terima kasih pihak RS karena telah membuat aduan,” kata AD yang didampingi kerabatnya, Kamis (26/6/2025) melansir viva.co.id
AD menceritakan, awalnya dia masuk ke poliklinik RS dengan keluhan sakit gigi. Hari itu juga, dia disarankan untuk diopname karena proses cabut giginya harus dengan cara operasi ringan.
“Saya diopname satu malam, lalu dibawa ke ruang operasi. Di sana saya dibius total. Tapi ada selang yang masuk ke tenggorokan. Kami menduga selang tersebut yang menyebabkan jaringan pita suara saya luka,” bebernya.
Setelah dibawa ke ruang perawatan pasca menjalani operasi, AD kaget karena suaranya tiba-tiba mengecil dan terasa sakit saat menelan air. Keluhan itupun disampaikan ke dokter JHS yang melakukan operasi
“Doketer itu bilang ke saya, suaranya hilang karena efek obat bius. Katanya akan normal kembali setelah efek biusnya hilang,” ujarnya.
Namun lanjutnya, setelah menjalani perawatan di RS, suara AD tak kunjung membaik. Dia kemudian memeriksakan diri di klinik THT. Di sana AD disarankan untuk konsultasi ke RS tempat dia menjalani operasi.
Sepekan pasca ke klinik THT, AD kembali ke RS untuk konsultasi dan melepas jahitan pada gusinya yang telah dioperasi. AD kemudian dibuatkan rujukan untuk ke Fasilitas kesehatan lain di Makassar.
“Hasil diagnosa dokter di Makassar, pita suara saya ada yang rusak, itulah penyebab suaraku hilang sampai saat ini,” katanya.
AD mengaku sudah melayangkan protes ke pihak RSUD. Harapan dia, ada tanggungjawab. Namun, sampai hari ini pihak RSUD seolah lepas tanggungjawab.
“Secara psikis saya tertekan pak, bukan soal materi, tapi soal bentuk tanggujawab RS. Saya berharap suaraku bisa kembali normal,” ujarnya.
Sementara seorang pejabat di RS tempat AD dioperasi memberikan klarifikasi dengan dalih bahwa pihak RS kooperatif dan intens berkomunikasi dengan pasiennya tersebut.
Direktur RSUD Batara Guru, dr. Daud Mustakim yang dikonfirmasi sekaitan dugaan medis malpraktek menepis hal tersebut.
Dia mengatakan, pihaknya sudah bekerja dengan standar operasional kedokteran dan sesuai spesifikasi keahlian.
“Tidak benar adanya medis malpraktek, karena para dokter sudah melakukan sesuai standar operasional dan spesifikasi keahliannya,” ujar dr Daud yang dikonfirmasi Saorakayat.com via phone, Jumat (27/6/2025)
Meski demikian, dia mengakui adanya pasien yang pernah komplain terkait keluhan pasca penanganan medis di RSUD Batara Guru.
Dia juga mengatakan, pihak RSUD bahkan memberikan rujukan pasien tersebut. Itu dimaksudkan melakukan perawatan lanjutan di RS rujukan di Makassar.
“Jadi adanya uang diberikan, itu bagian dari kepedulian pihak RSUD ke pasien tersebut. Dia (pasien-red) masih butuh perawatan lanjutan karena adanya keluhan lain setelah dilakukan tindakan medis,” sebutnya. (*)