Pro-Kontra Ganti Rugi Lahan Proyek Runway Bandara Lagaligo Bua

LUWU, SAORAKYAT – Rencana perpanjangan runway Bandara Bua (Bandara I Lagaligo) memicu pro komtra antara pemerintah dan warga pemilik lahan.

Pro kontra tersebut mencuat dalam sosialisasi pengadaan tanah yang digelar Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan bersama Pemerintah Kabupaten Luwu pada Kamis (20/11/2025).

Sebagian warga menerima nilai ganti rugi sesuai appraisal tahun 2022 dan meminta pembayaran segera dilakukan.

Namun, beberapa warga lai. keberatan karena menilai harga tersebut sudah tidak relevan pada tahun 2025 dan tidak mencerminkan keadilan.

Wakil Bupati Luwu, Muhammad Dhevy Bijak Pawindu, menegaskan seluruh proses pengadaan tanah mengacu pada UU Nomor 2 Tahun 2012, dengan prinsip keadilan, keterbukaan, serta musyawarah.

“Bandara Bua adalah pintu masuk strategis ke Luwu Raya. Hak masyarakat dilindungi dan ganti rugi dilakukan secara profesional,” tegas Dhevy.

Ia menyebutkan bahwa perpanjangan runway merupakan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kapasitas bandara, menarik investasi, memperlancar arus barang, dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Provinsi Sulsel, Nining Wahyu, menegaskan bahwa pemerintah provinsi tidak menentukan harga tanah.

Baca juga: Kajari Luwu Coffe Morning Bersama Wartawan, Kasus Korupsi Perhatian Serius

“Kami hanya membayar. Nilai ditetapkan oleh appraisal bersertifikat dan independen. Apa yang diputuskan appraisal, itu yang dibayarkan,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa pengadaan tanah ini adalah kelanjutan dari proses 2022 yang sempat terhenti akibat keterbatasan anggaran dan kebijakan refocusing pada 2023–2024.

Tahun ini anggaran telah tersedia, sehingga warga yang setuju akan menerima pembayaran dalam waktu dekat.

Sementara itu, bagi yang menolak, pemerintah akan menempuh mekanisme pengadilan sesuai ketentuan.

Pemerintah Provinsi juga mengonfirmasi bahwa Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah (DPPT) telah disusun ulang dan direkomendasikan untuk dilanjutkan. Saat ini tahapan berada pada pra-pelaksanaan.

Adapun luas lahan terdampak meliputi:

Desa Tanarigella, Kecamatan Bua: ±1,64 hektare (16.404 m²)
Desa Pabarasang, Kecamatan Bua: ±11,18 hektare (111.868 m²).
BPN: Nilai Ganti Rugi Masih Mengacu Appraisal 2022

Perwakilan Kanwil ATR/BPN Sulawesi Selatan menyampaikan bahwa nilai ganti rugi tetap mengacu pada appraisal tahun 2022 dan hanya dapat berubah jika terdapat perubahan data fisik atau status kepemilikan.

Namun, BPN membuka peluang appraisal ulang jika diminta secara resmi dan disepakati melalui rapat lintas instansi disertai pendapat hukum aparat penegak hukum.

Di sisi lain, sejumlah warga yang terdampak tetap menolak penggunaan appraisal 2022. Salah satunya, Yusuf Dahlan, ahli waris pemilik lahan.

“Kami mendukung pembangunan, tetapi kami menolak nilai yang tidak adil. Sertifikat kami 483 meter persegi, yang dinilai hanya 446 meter,” ujarnya.

Yusuf menegaskan bahwa sisa tanah di bawah 100 meter wajib diganti rugi sebagaimana diatur dalam PP 21/2021 yang telah diperbarui melalui PP 39/2025. Ia juga menyoroti metode zonasi yang dianggap merugikan dan masa berlaku appraisal yang menurutnya telah kedaluwarsa.

Pada akhir pertemuan, terungkap bahwa warga kini terbelah menjadi dua kelompok: yang mendukung pembayaran segera dan yang meminta penilaian ulang tahun 2025.

Pemerintah berharap perpanjangan runway Bandara Bua tidak kembali tertunda mengingat proyek ini dinilai vital untuk konektivitas dan percepatan ekonomi di Kabupaten Luwu dan kawasan Luwu Raya.(*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini