Uni Eropa Lirik Komoditas Kakao di Lutra sebagai Pasar Ekspor Berkelanjutan

Dialog yurisdiksi kakao diprakarsai Uni Eropa melalui perwakilan beberapa lembaga dengan Pemkab Lutra–ist-

LUTRA, SAORAKYAT -Pemerintah Kabupaten Luwu Utara (Lutra) menggelar dialog yurisdiksi kakao bertajuk “Mendorong Kakao Berkelanjutan di Indonesia Melalui Ketertelusuran dan Inklusi Petani”

Kegiatan ini didukung oleh Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), Tropical Forest Alliance (TFA), Partnership for Indonesia’s Sustainable Agriculture (PISAgro), Cocoa Sustainability Partnership (CSP), dan Solidaridad (Sol) dan partisipasi dari perwakilan Uni Eropa.

Dialog yurisdiksi ini bertujuan untuk mendukung transformasi strategis sektor perkebunan Indonesia yang berperan besar untuk perekonomian nasional, khususnya kakao.

Dialog ini sebagai bagian dari inisiatif Sustainable Agriculture for Forest Ecosystems (SAFE). Sebuah program global yang didanai oleh Uni Eropa, Pemerintah Jerman dan Pemerintah Belanda.

SAFE diimplementasikan di 10 negara dalam kemitraan dengan pemerintah di masing-masing negara. SAFE juga melaksanakan dialog regional di tiga kawasan: Andes, Mercosur, dan Asia Tenggara.

Diketahui, Lutra salah satu sentra produsen kakao terbesar di Indonesia. Olehnya, dipilih menjadi lokasi dialog yurisdiksi.

Angka produksi kakao yang baik dan tingginya keterlibatan berbagai pihak dalam upaya peningkatan produksi kakao secara berkelanjutan.

Pun, pemerintah daerah memiliki prioritas pembangunan “Kakao Lestari, Rakyat Sejahtera” untuk sektor pertanian.

Untuk diketahui, di Asia Tenggara, dialog regional yang difokuskan pada Indonesia, Malaysia, dan Papua Nugini. Inisiatif ini diimplementasikan oleh GIZ dengan melibatkan konsorsium yang diketuai oleh Tropical Forest Alliance – Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD).

Meski hadir secara daring, Bupati Lutra, Andi Abdullah Rahim, menggarisbawahi pentingnya memajukan komoditas pertanian untuk memperkuat ekonomi masyarakat dan daerah.

Pula, akan berkontribusi bagi transformasi ekonomi yang menjadi prioritas Indonesia.

“Lutra merupakan wilayah yang berkembang dari sektor pertanian dan perkebunan. Ini terlihat dari kontribusi PDRB kita,” jelasnya.

Dengan demikian, lanjut Andi Rahim, menjadikan kedua sektor tersebut sebagai tumpuan utama pembangunan selaras dengan tren pembangunan nasional dan internasional.

“Tentunya kita akan terus berkoordinasi dengan pihak-pihak di tingkat provinsi, nasional, dan internasional,” paparnya.

Terpisah, Sekretaris Daerah (Sekda) Lutra, Jumar Jayair Lussa, mengatakan, komoditas kakao merupakan tulang punggung ekonomi Lutra.

“Sektor ini menyumbang 22% Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).” ujar Jumar, Selasa (10/6/2025).

Dijelaskan Jumar, Lutra salah satu pemasok kakao yang berkelanjutan dan bebas deforestasi melalui beberapa brand internasional yang produknya banyak masuk ke pasar Eropa.

“Permintaan pemenuhan pasar global untuk produk kakao yang ber-ketertelusuran, legal, dan bebas deforestasi seharusnya bukan hal yang sulit,” sebutnya.

Sejalan dengan visi Bupati Lutra, Kementerian Pertanian, Direktorat Hilirisasi Perkebunan, Sangkan M Sitompul, juga menekankan pentingnya percepatan Surat Tanda Daftar Budidaya Elektronik (STDB) sebagai upaya konkrit untuk ketertelusuran kakao Lutra.

Ini dimaksudkan, kata dia, untuk bisa masuk pasar Eropa. Peranan dan keterlibatan petani kakao dalam rantai pasok global juga krusial, mengingat 90% produksi kakao nasional berasal dari kebun mereka.

“Pendaftaran STDB menjadi sangat penting untuk memastikan keterlibatan para petani dalam tata niaga kakao global,” jelasnya.

Untuk mempercepat terbitnya STDB, lanjutnya, perlu kerja sama semua pihak, termasuk kelompok petani, koperasi petani, sektor swasta, lembaga sertifikasi, lembaga masyarakat sipil, dan pemerintah.

Disamping itu tambahnya, para petani harus menjaga dan meningkatkan mutu produk kakao yang dihasilkan sesuai dengan Good Handling Practice (GHP), karena mutu produk dapat mempengaruhi harga jual.

Sementara itu, Eloise O’Carroll, Program Manager for Forestry, Natural Resources, and Energy, Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia menyampaikan, jika saat ini peningkatan permintaan global untuk komoditas yang berkelanjutan dan bebas deforestasi tentunya bisa menjadi peluang peningkatan perekonomian daerah melalui pertumbuhan hijau.

Tentunya, hal ini selaras dengan komitmen Indonesia untuk menurunkan laju deforestasi sebesar 56% pada 2030 yang tertera di dalam dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC).

“Negara anggota Uni Eropa seperti seperti Belanda, Jerman, Estonia, Spanyol, dan Perancis merupakan konsumen terbesar kakao dari Indonesia,” ujar Eloise

Meskipun lanjutnya, terus meningkat, total impor kakao dari Indonesia ke EU relatif masih kecil, yaitu sekitar 5% di tahun 2024 dengan nilai sebesar EUR 223 juta.

“Sebagai konsumen coklat terbesar di dunia, pasar Eropa menawarkan peluang bagi Lutra, Indonesia sebagai tujuan ekspor stabil selama kriteria keberlanjutan terpenuhi,” uraianya.

Melihat peningkatan signifikan, lanjutnya, Indonesia dalam mengurangi deforestasi selama satu dekade terakhir, berada pada posisi yang tepat untuk meningkatkan ekspor kakao berkelanjutan ke Uni Eropa.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *