LUWU, SAORAKYAT–Kehadiran tambang di suatu wilayah menjadi harapan besar perbaikan ekonomi masyarakat. Sayangnya, hal itu justru berbanding terbalik. Masyarakat harus berjuang protes atas lahannya yang belum dibayar.
Bukan hanya soal dampak kerusakan lingkungan semata, tapi sebuah momok tersendiri bagi masyarakat di wilayah tambang terkait pembebasan lahan.
Ironisnya, masyarakat harus berjuang sendiri atas hak-hak yang dirampas oleh para kapitalis. Pemerintah setempat tak berdaya atas semua itu. Dalilnya, tambang itu adalah kebijakan pusat.
Meski demikian, masyarakat tak putus asa atas perjuangan hak mereka yang diabaikan begitu saja di tanah kelahirannya. Seperti yang terjadi di kawasan areal tambang PT Masmindo Dwi Area, Latimojong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
Sebagai bentuk perlawanan rakyat atas haknya, terpaksa memblokade akses menuju areal tambang. Aksi ini bukan kali ini, tapi sejak keberadaan perusahaan tambang itu di Latimojong.
Meski terkadang harus berhadapan aparat dengan dalil pengamanan objek vital. Mirisinya, aksi menuntut hak seperti ini justru dibalikan fakta sebagai aksi premanisme.
Kekinian, Masmindo sudah mulai melakukan peledakan perdana sebagai awal dimulainya mengeruk isi alam Luwu. Namun pembebasan lahan belum juga usai.
Protes mulai lahir, tak hanya dari masyarakat korban, tapi juga berbagai kalangan mahasiswa dan aktivitis. Untuk legislator di parlemen Luwu diam tak bersuara.
Sementara, Bupati Luwu, H. Patahudding sebagai Kepala Daerah sudah pernah dengan lantang mengatakan investasi tak boleh rugikan rakyat. Tapi lagi-lagi, problem kesenjangan sosial lahir, tanpa ada aksi mencari solusi.
Bahkan, orang nomor satu Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman juga dengan lantang di berbagai media menyatakan akan melakukan persuratan ke Presiden Prabowo terkait keberadaan tambang di Luwu yang dikuasai PT Masmindo Dwi Area.
Meski begitu, belakangan sebuah perusahaan daerah milik Pemprov Sulsel melakukan kerjasama dengan mitra kerja Masmindo. Kerjasama dalam bentuk suplay BBM dan Catering. Dengan begitu seiring redupnya sorotan tersebut tanpa tindak lanjut.
Ketimpangan pun mencuat, Perusda Luwu tak direkeng dan pemberdayaan masyarakat lokal terabaikan. Sementara, sudah menjadi regulasi yang ditetapkan pemerintah melalui Kementerian ESDM.
Peraturan pelaksana itu ialah Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 41 Tahun 2016 tentang Pengembangan dan Pemberdayaan Masyrakat pada Kegiatan Usaha Pertambangan.
Akumulasi dari berbagai problem keberaan tambang di Wilayah Eks Kerajaan Sawerigading ini, protes dan aksi tak terkendali. Baik di media maupun aksi langsung oleh masyarakat.
Pengurus Besar (PB) Ipmil Raya misalnya, Thalib Ruslan menyoroti soal lahan masyarakat yang belum dibayar. Itu diketahui saat adanya blokade akses ke lokasi pertambangan oleh warga sejak pasca fisrt blasting perusahaan.
“Ironis, sudah mau menambang, sudah mau ambil emas tapi lahan warga belum diselesaikan. Ini sama saja dengan perampasan atas hak rakyat yang terstruktur dan sistematis.” ungkap Thalib kepada media Selasa (24/6/2025).
Ketua PB Ipmil Raya Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah Thalib Ruslan mengatakan, hadirnya PT Masmindo Dwi Area justru menimbulkan permasalahan sosial di masyarakat.
“Kalau memang tidak siap, silahkan angkat kaki dari Luwu. Mereka bukan datang sejahterakan rakyat tapi malahan menyiksa mereka.” tegas
mahasiswa Pascasarjana Universitas Hasanuddin itu.
Dia pun mendesak agar pemerintah segera mencabut Izin Usaha Pertambangan atau IUP PT Masmindo.
PB Ipmil Raya, kata Thalib akan bersurat ke Kementerian ESDM dengan melampirkan bukti-bukti pelanggaran PT Masmindo.
“Kementerian ESDM harus segera mencabut IUP Masmindo. Ini sudah tidak bisa dibiarkan, yang ada hanya konflik, bukan kesejahteraan. Kalau di Raja Ampat izinnya bisa dicabut kenapa di Luwu tidak,” tegasnya dengan jiwa idealismenya.
Sebelumnya, melalui Kepala Teknik Tambang Masmindo, Mustafa Ibrahim mengklaim dimulainya pelaksanaan peledakan perdana ini karena sudah melalui proses panjang.
Bukan hanya soal teknis tapi juga soal partisipasi masyarakat, sosialisasi ke pemerintah, Forkompinda dan masyarakat lingkar tambang. Bahkan minta restu dengan proses adat di Istana Kedatuan Luwu.
Belakangan diketahui ternyata masih menyimpan problem dan kesenjangan. Hak- hak sebagian masyarakat belum terselesaikan.
Upaya konfirmasi ke pihak Masmindo melalui Eksternal Relation Manager, Yudhi Purwandi tak berhasil. panggilan WhatsApp dan chatting tak direspon sejak beberapa hari hingga berita tayang. (*)