LUWU, SAORAKYAT– Wakil Bupati Luwu, Muh Dhevy Bijak Pawindu berkomitmen, sektor pertanian menjadi perhatian utama Pemerintah Daerah dalam lima (5) tahun ke depan. Hal itu sejalan dengan visi Luwu yang Maju dan Berkarakter Berbasis Agribisnis.
Seiring dengan itu, komitmen ini sebagai bentuk dukungan penuh Pemerintah Kabupaten Luwu (Pemda Luwu) dalam mendukung kebijakan swasembada pangan nasional.
Meski demikian, semangat dan komitmen Pemda Luwu itu masih diragukan. Apakah hanya sebuah retorika di meja rapat atau sebuah aksi nyata dalam mewujudkan Luwu berbasis agribisnis?
Kemirisan itu, lantaran banyaknya problem pada sektor pertanian ini belum terselesaikan. Diantaranya, belum pulihnya infrastruktur irigasi akibat bencana banjir bandang dan longsor pada Mei 2024.
Selain itu, beberapa areal persawahan warga di beberapa wilayah tertutup pasir dan kerikil akibat banjir bandang tersebut. Seperti di wilayah Kecamatan Suli dan sekitarnya.
Wakil Bupati Luwu, Dhevy Bijak sendiri mencemaskan beberapa problem pertanian. Bahkan diakui pada periode April–Mei 2025 mengalami perlambatan. Ini karena masih banyaknya sawah tadah hujan kurang lebih 4.728 hektare yang belum terlayani irigasi memadai.
Selaitu itu kata dia, belum pulihnya infrastruktur irigasi akibat bencana banjir bandang dan longsor pada Mei 2024 juga menjadi tantangan serius.
“Kita butuh dukungan lebih besar dari Kementerian Pertanian dan Kementerian PUPR untuk rehabilitasi infrastruktur irigasi dan percepatan modernisasi pertanian,” kata Dhevy pada sebuah rapat koordinasi Percepatan Luas Tambah Tanam (LTT) 2025 beberapa waktu lalu di Kantor Pemda Luwu.
Hadir dalam rapat itu, Kepala Badan Perakitan dan Modernisasi Pertanian (BRMP) Kementerian Pertanian, Prof Dr Ir. Fadjry Djufry sekaligus menjabat sebagai Ketua Satgas Swasembada Pangan Sulsel.
Dhevy pada kesempatan itu, dengan modal semangat bersama, dia yakin indeks pertanaman (IP) bisa meningkat dari 1,8 menjadi 2,5.
Olehnya itu kata dia, Pemda Luwu juga berharap Pemrov dan Pemerintah Pusat memberi bantuan benih unggul. Seperti varietas Pajajaran dan Cakrabuana.
“Kita juga butuh alat dan mesin pertanian (alsintan). Baik pra maupun pascapanen seperti TR4, TR2, rotavator, dan combine harvester besar,” pintanya di hadapan Satgas Swasembada Pangan Sulsel.
Kesempatan yang sama, Prof Fadjry menekankan pentingnya optimalisasi lahan dan air untuk meningkatkan indeks pertanaman hingga mencapai IP 300.
“Sekarang airnya ada, petaninya mau, lahannya tersedia, kenapa tidak ditambah jadi IP 300,” sebutnya.
Optimisme tinggi itu, karena menurut Fadjry, saat ini varietas sudah lebih baik lagi. Karena, jika sebelumnya umur 120 hari, sekarang ini sudah ada varietas umur 100 hari dengan potensi hasil sembilan (9) ton per hektare.
Sementara, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Luwu, drh. Jumardin, menyampaikan luas baku sawah di Luwu saat ini telah mencapai 31.401 hektar. Meningkat dari angka sebelumnya karena peralihan komoditas dari kakao ke padi. Ini menjadi potensi besar untuk menyumbang produksi padi nasional.
Jumlah Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) yang bertugas mendampingi LTT di Kabupaten Luwu tercatat sebanyak 175 orang dari kebutuhan ideal untuk 227 desa/kelurahan. Masih terdapat kekurangan tenaga PPL sebanyak 52 orang, yang menyebabkan sebagian penyuluh harus menangani 2–3 desa sekaligus.
“Saya berharap kerja sama seluruh tenaga penyuluh untuk melakukan pengawalan, pendampingan, dan pelaporan LTT secara akurat, tepat waktu dan konsisten,” imbuhnya.(*)