JAKARTA, Saorakyat.com–KPK menuai kritikan lantaran tuntutan jaksa terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dinilai terlalu ringan.
Edhy Prabowo dituntut 5 tahun penjara dengan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, ia juga dituntut membayar uang pengganti Rp 10,8 miliar. Tak hanya itu, jaksa juga menuntut hak politik Edhy Prabowo dicabut selama 4 tahun.
Jaksa meyakini Edhy bersalah melakukan korupsi berupa suap dari sejumlah eksportir benih lobster.
Dalam perkara ini, Edhy Prabowo didakwa bersama-sama Andreau Misanta Pribadi dan Safri (staf khusus Edhy Prabowo), Amiril Mukminin (sekretaris pribadi Edhy Prabowo), Ainul Faqih (sekretaris pribadi istri Edhy, Iis Rosita Dewi) dan Siswadhi Pranoto Loe (pemilik PT Aero Cipta Kargo).
Eks Menteri Kelautan. Edhy Prabowo menjalani sidang tuntutan terkait perkara suap yang disangkakan. Foto (Istimewa)
Mereka didakwa menerima USD 77 ribu dolar AS dan Rp 24,625 miliar sehingga totalnya mencapai sekitar Rp 25,75 miliar. Uang berasal dari para pengusaha pengekspor benih benih lobster (BBL) terkait pemberian izin budidaya dan ekspor.
Meski demikian, Edhy menyatakan dirinya tidak bersalah.
“Saya merasa tidak salah dan saya tidak punya wewenang terhadap itu. Saya sudah delegasikan semua bukti persidangan sudah terungkap tidak ada, saya serahkan semuanya ke Majelis Hakim,” kata Edhy usai persidangan dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta dikutip dari kumparan.com.
Edhy menyatakan dirinya tetap bertanggung jawab atas terjadinya perkara suap di Kementerian Kelautan dan Perikanan selama dirinya menjabat menteri. Ia mengaku lalai karena tidak mampu mengontrol para stafnya.
Pakar Hukum Pidana Univeraitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar menilai tuntutan terhadap Edhy Prabowo dinilai terlalu ringan
“Untuk seorang koruptor sekelas menteri, tuntutan ini terlalu rendah, karena seharusnya dituntut maksimal,” kata Ficar kepada wartawan, Rabu (30/6/2021).
Menurut Ficar, Edhy Prabowo pantas dihukum maksimal mengingat dia menyalahgunakan jabatannya untuk korupsi.
“Pelaku korupsi pejabat negara sekelas menteri itu pengkhianat rakyat jadi pantas dihukum maksimal seumur hidup,” kata dia.
Ficar menilai, Edhy Prabowo layak dituntut mati. Sebab, perbuatan korupsi yang dilakukannya terjadi pada masa pandemi.
Kendati demikian, pasal tuntutan mati terdapat pada Pasal 2 UU Tipikor. Berbeda dengan pasal yang diterapkan kepadaEdhy Prabowo.
Selain itu, ada ketentuan yang perlu dipenuhi dalam penerapan tuntutan mati. Yakni waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter. (sr/*)