Calon Wawali Kota Palopo Diduga Tidak Jujur

Sebagai Mantan Terpidana, Terungkap dalam Sidang MK Pasca PSU Pilwakot

Kantor Mahkamah Konstitusi RI, Jakata. Ft: Dok-HmsMK

JAKARTA, SAORAKYAT– Pasangan Calon (Paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Nomor Urut 3 Rahmat Masri Bandaso-Andi Tenri Karta mengajukan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) pasca Pemungutan Suara Ulang (Pasca-PSU) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Perkara ini disidangkan Majelis Hakim yang dipimpin Wakil Ketua Saldi Isra didampingi Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Hakim Konstitusi Arsul Sani.

Pemohon mendalilkan Paslon Nomor Urut 4, Calon Wali Kota Naili melanggar administrasi pemilihan dan Calon Wakil Wali Kota Akhmad Syarifuddin tidak melaporkan statusnya sebagai mantan narapidana ke publik melalui media.

“Sikap Termohon (KPU Kota Palopo) tampak jelas menutup mata atas adanya fakta terkait dengan tidak terpenuhan syarat pencalonan Paslon Nomor Urut 4. Tidak hanya wakilnya tetapi juga calon walikotanya,” ujar kuasa hukum Pemohon, Wahyudi Kasrul dalam sidang pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 326/PHPU.BUP-XXIII/2025 Selasa (17/6/2025) di Ruang Sidang Panel 2 MK, Jakarta.

Pemohon menyebut, Akhmad Syarifuddin pernah dipidana karena dengan sengaja memfitnah seseorang dalam kegiatan kampanye yang tertuang dalam amar Putusan Pengadilan Negeri (PN) Palopo Nomor 1/Pid.S/2018/PN.Plp.

Namun lanjutnya, untuk syarat pencalonan, Akhmad Syarifuddin mengajukan dokumen Surat Keterangan Tidak Pernah Sebagai Terpidana dari PN Palopo Nomor 11/SK/HK/08/2024/PN Plp bertanggal 20 Agustus 2024.

Di samping itu, kata Pemohon, Akhmad Syarifuddin juga menggunakan Surat Keterangan Catatan Kepolisian dari Kepolisian Resor Palopo bertanggal 16 Agustus 2024 yang menerangkan yang bersangkutan dalam catatan kepolisian pernah terbukti melanggar Pasal 187 ayat (2) juncto Pasal 69 huruf c Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).

“Terdapat laporan kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) terkait dugaan ketidakjujuran Akhmad Syarifuddin ,” tandas Wahyudi

Dipaparkan Pemohon, Bawaslu Kota Palopo telah mengeluarkan rekomendasi yang pada pokoknya menyatakan Cawalkot dari Paslon Nomor Urut 4 melanggar Pasal 7 ayat (2) huruf g UU 10/2016 dan PKPU Nomor 8 Tahun 2024 pada Pasal 14 ayat (2) huruf g dan Pasal 20 ayat (2) poin b.

Selain itu kata Pemohon, Calwakot dari Paslon Nomor Urut 4 Naili selaku calon pengganti pada Pilwako Palopo sebagai tindak lanjut Putusan MK mengajukan dokumen persyaratan yang salah satunya adalah Tanda Terima Penyampaian SPT Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun 2024 tanggal 25 Februari 2024 atas nama Naili yang juga telah diunggah pada Aplikasi Sistem Informasi Pencalonan (Silon).

“Namun Bawaslu Kota Palopo menyatakan Tanda Terima SPT Naili dimaksud tidak benar dengan melakukan penelusuran ke KPU Kota Palopo dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Tanjung Priok,” jelas Wahyudi

Pemohon mengatakan, KPP Pratama Jakarta Tanjung Priok secara tegas menyatakan dokumen bukti berupa SPT Pajak Penghasilan Wajib Pajak Tahun 2024 atas nama Naili yang diperlihatkan Tim Fasilitasi Pengawasan Bawaslu Kota Palopo adalah dokumen yang tidak benar.

Alasannya kata dia, adanya perbedaan tanggal lapor pajak tahunan pada 2024. SPT Pajak yang digunakan Naili untuk mendaftar sebagai calon kepala daerah bertanggal 25 Februari 2025. Sedangkan SPT Pajak yang telah terdaftar atas nama Naili bertanggal 6 Maret 2024.

Berdasarkan peristiwa tersebut, lanjutnya, Naili diduga telah melanggar dugaan pelanggaran administrasi pemilihan sebagaimana diatur UU Pilkada.

Sebab kata Wahyudi, Cakada harus memenuhi persyaratan salah satunya memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan memiliki laporan pajak pribadi meliputi kartu nomor pokok wajib pajak atas nama calon. Juga, tanda terima penyampaian SPT pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi atas nama calon untuk masa lima tahun terakhir yang dibuktikan dengan surat keterangan tidak mempunyai tunggakan pajak dari kantor pelayanan pajak tempat calon yang bersangkutan terdaftar sebagai bukti pemenuhan syarat calon.

Sementara papar pemohon, jika persyaratan dimaksud diberikan oleh setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan surat palsu seolah-oleh sebagai surat yang sah tentang suatu hal yang diperlukan bagi persyaratan untuk menjadi Cakada dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 36 juta dan paling banyak 72 juta.

Dengan demikian, menurut Pemohon, Paslon yang ditetapkan oleh KPU Kota Palopo sebagai calon yang memperoleh suara terbanyak sesungguhnya adalah Paslon yang tidak memenuhi syarat.

Diketahui, KPU Kota Palopo sebelumnya menetapkan hasil perolehan suara pasca putusan MK ialah Paslon Nomor Urut 1 Putri Dakka-Haidir Basir 269 suara, Paslon Nomor Urut 2 Farid Kasim-Nurhaenih 35.058 suara, Paslon Nomor Urut 3 Rahmat Masri Bandaso-Andi Tenri Karta 11.021 suara, dan Paslon Nomor Urut 4 Naili-Akhmad. (Tim)