Wilayah pegunungan di Suli Barat sudah tak lagi terlihat pohon lebat lantaran pembukaan lahan. foto: -saorakyat.-
LUWU, Saorakyat.com-Banjir kembali “mencuci” sejumlah wilayah di Luwu, Senin (6/07/20) dini hari. Itu setelah hujan deras yang mengguyur wilayah tersebut. Sepanjang tahun 2020 ini, banjir di Luwu kerap terjadi di sejumlah kecamatan.
Meski begitu, bukan karena soal intensitas curah hujan tinggi, tetapi lebih dari karena selain pendangkalan pada sejumlah muara sungai. Juga pembukaan lahan di wilayah hulu dari waktu ke waktu.
Pemerintah setempat seakan tak berdaya soal itu. Pembukaan lahan hampir menyeluruh di wilayah pegunungan di setiap kecamatan. Apalagi di wilayah Kecamatan Bua. Diketahui sebuah pabrik Plywood yang selama ini beroperasi. Hampir setiap jenis kayu menjadi bahan bakunya. Walau sesekali mereka melakukan penghijauan.
Baca Berita Terkait Banjir di Luwu
- Banjir di Luwu, Pemerintah Perlu Serius Atasi Kapitalisasi Kawasan Hutan
- BPBD Luwu Mencatat Sekitar 3.434 Rumah Penduduk Terdampak Banjir
- Bupati Luwu Diminta Duduk Bersama Forkopimda Tangani Banjir secara Komprehensif
- Wilayah Selatan Luwu Dilanda Banjir, Diduga Akibat Perambahan Hutan di Hulu
- Peduli Korban Banjir Lamasi, Polres Luwu Salurkan Beras 75 Karung
- Tanggul Lamasi Jebol, Wabup Luwu Tinjau Lokasi Dampak Banjir
- Bappeda Luwu Gagas Kajian Terpadu Penanganan dan Pengendalian Banjir
- 254 Rumah Terdampak Banjir, Pemuda Pancasila Salurkan Bantuan
- Sungai Pompengan Meluap, Empat Rumah Terseret Arus Banjir
Soal pembukaan lahan itu, oleh sejumlah warga berdasar investigasi reporting, menyebut adalah oknum-oknum pejabat daerah. Baik dari eksekutif dan legislatif. Maupun oknum lainnya mendatangkan pekerja. Seperti di wilayah Suli Barat dan Larompong.
Pantauan di lokasi, daerah yang terendam masing-masing Kelurahan Sakti, Desa Barowa, Desa Tanarigellaa dan Desa Pabbaresseng. Banjir terparah di Besa Barowa dan Desa Pabbaresseng dengan ketinggian banjir hingga satu meter.
Banjir yang terjadi di Bua, Senin (6/07/20) dini hari. Foto: -istimewa
Luapan Sungai Bua merendam ruas jalan dan ribuan rumah warga di 3 desa dan satu kelurahan. Ketinggian banjir bervariasi antara 75 sentimeter hingga satu meter.
Menurut warga di Desa Tanarigella, Nadir Sawaleng mengatakan banjir yang terjadi secara tiba-tiba sekitar pukul 07.30 WITA.
“Memang sejak semalam hingga saat ini hujan lebat yang menyebabkan banjir, meski di sungai Bua beberapa bulan ini sudah di Bronjong untuk menahan air tapi tetapi saat ini debitnya tinggi,” kata Nadir Senin (6/7/20)
Di Latimojong, gunung di wilayah itu hampir separuh wilayah Luwu adalah bagian dari hulunya. Anak-anak sungai mengalirkan air ke sejumlah kecamatan. Belum lagi keberadaan sebuah perusahaan tambang di Latomojong. Selama ini aktif eksplorasi tanah-tanah gunung di wilayah itu. Sepanjang waktu dikeruk dengan mengambil bongkahan tanah gunung tersebut. Alih-alih eksplorasi puluhan tahun.
Nampak batang pohon kayu di Jembatan Sungai Keppe, Desa Rantebelu (Trans Sulawesi/Jalan Nasional). Batang pohon kayu bekas pembukaan lahan tersangkut di tiang jembatan. Kondisi itu sempat diprotes warga karena konstruksinya memakai tiang. yang kini menjadi satu penyebab luapan air di wilayah itu. foto: jurnalis warga sebelum selesai pekerjaan. foto: jurnalis warga sebelum selesai pekerjaan.
Kondisi demikian, tak heran jika Luwu sudah menjadi wilayah langganan banjir sepanjang musim penghujan. Pun, daerah Luwu juga hampir separuh wilayah daratannya berada di pinggiran teluk Bone. Jika intensitas hujan tinggi, kemudian berpapasan dengan air pasang, sudah bisa dibayangkan.
Terlepas persoalan itu, sepanjang waktu pula pemerintah daerah hanya penanganan secara instant. Belakangan kabar akan melibatkan akademisi untuk masalah banjir. Akan tetapi semua itu akan jadi pemborosan anggaran semata, jika pembiaran pembukaan lahan.
“Untuk Sementara Tim TRC sudah ke lokasi banjir untuk mendata, dan saat ini selain di Kecamatan Bua banjir juga terjadi di kecamatan lain,” tutur Rahman Mandaria, Kepala BPBD Luwu.(jep/asy)